Mbah Priok dan Dayung Peninggalannya
Ia lahir pada 1727 Masehi di Palembang Sumatera Selatan. Di tanah kelahirannya, ia dikenal ulama yang tersohor. Karena keinginannya menyebarkan agama Islam, pada 1756, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad bersama Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa untuk menyiarkan agama Islam bersama tiga orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu layar.
Perjalanan Habib Hasan ke Jawa yang memakan waktu dua bulan itu rupanya banyak menemui rintangan. Saat berada di lautan perahu yang ditumpangi Habib Hasan berpapasan dengan armada Belanda. Kontan, perahu Belanda yang memiliki artileri lengkap itu menghajar perahu yang ditumpangi Habib Hasan. Konon, serbuan meriam itu tak satu pun yang berhasil mengenai peruhu yang ditumpangi Habib Hasan.
Berhasil lolos dari serbuan Belanda, peruhu yang ditumpanginya kembali mendapat cobaan. Kali ini, perahu yang ditumpanginya digulungan ombak. Akibat gulungan ombak ini perahu terguling. Untungnya penumpangnya selamat. Gulungan ombak itu hanya menghanyutkan perbekalan yang dibawa kecuali alat penanak nasi dan beberapa liter beras yang berserakkan.
Beberapa hari berselang, ombak kembali menghajar perahu yang ditumpangi Habib Hasan. Kali ini ombak yang menghajar lebih dahsyat sehingga mengakibatkan tiga temannya meninggal. Dua orang yakni Habib Hasan dan Al Imam Al Arif Billah terseret hingga semenanjung yang saat itu belum bernama.
Saat ditemukan warga Habib Hasan sudah tewas. Sedangkan Habib Ali selamat. Disamping keduanya, ditemukan periuk dan sebuah dayung. Akhirnya warga memakamkan jenazah Habib Hasan tak jauh dari tempatnya ditemukan. Sebagai tanda, makamnya diberi nisan berupa dayung yang menyertainya itu. Sedangkan periuk diletakkan di sisi makam.
Anehnya, lambat laun, dayung yang dijadikan nisan itu berkembang dan menjadi pohon Tanjung. Sedangkan periuk yang tadinya berada di sisi makam terus bergeser ke tengah laut. Warga sekitar mempercayai, selama 3-4 tahun sekali, periuk itu muncul di lautan dengan ukuran makin membesar sampai sebesar rumah. Konon dari peristiwa itulah nama Tanjung Priok mulai dilekatkan di kawasan Jakarta Utara ini.
Sementara itu sewafat Habib Hasan (1756), Habib Ali yang selamat menetap di daerah itu. Beberapa lama setelah menetap di situ, ia melanjutkan perjalanan hingga ke Pulau Sumbawa dan menetap selamanya di wilayah itu.
Tak lama setelah itu, rupanya Belanda ingin membangun pelabuhan peti kemas di Tanjung Priok. Belanda pun berkeinginan memindahkan makam Habib Hasan yang awalnya berada di Pelabuhan Tanjung Priok ke wilayah pelabuhan peti kemas Koja Utara. Namun rencana itu gagal karena ada makam keramat di kawasan tersebut. Entah bagaimana ceritanya akhirnya Belanda berhasil memindahkan makam itu ke rencana awal.
Tak jelas benar bagaimana asal muasal warga sekitar mengkeramatkan makam itu. Namun menurut Habib Ali, salah satu keturunan Habib Hasan, yang jelas hingga saat ini peziarah rajin mengunjungi makam itu untuk mencari ketenangan batin.
Tak hanya dikeramatkan warga sekitar Priok, disebut-sebut sejumlah tokoh juga kerap berkunjung di makam itu. Mereka diantaranya almarhum Gus Dur, Alwi Shihab, Wiranto, Yapto S, dan lainnya.
Makam Habib Hasan sendiri terletak di lahan seluas 5 hektar. Di lahan itu ada dua bangunan. Satu bangunan berukuran 10 kali 8 meter digunakan Habib Ali Al Idrus, ahli waris makam, sebagai tempat tinggalnya bersama keluarga dan sekitar 20 orang santrinya. Sementara satu bangunan lagi, berukuran 8 x 6 adalah tempat makam Habib Hasan.
0 comments:
Posting Komentar