Menguak Misteri Tidak Cukup
Manusia suka menyebut, “Hidup ini misteri.” Ada sekian gulungan pertanyaan yang tak mendapat jawaban pasti. Bahkan, makin dipertanyakan makin berhamburan tanda tanya lain yang mengiringi. Bagi para skeptis, berhenti bertanya dianggap yang lebih baik. Bila skeptis itu merambah serabut otak para penganut Tuhan, salah satu ungkapan yang muncul adalah, “Pokoknya percaya! Titik!” Efek samping dari realitas itu bisa berupa perilaku stagnan. Jangan heran kemudian ada kata-kata demikian, “Aku kan manusia biasa!” Berikut tersanding pengabsahan tindakan,“Wajar dong kalau aku marah, wajar aja aku dendam, wajar banget kalau aku salah, dst.” Lebih dahsyat lagi, segala tindak jahat pun dianggap sebagai sebuah kewajaran. Manusia tidak berusaha melompat untuk melampaui misteri. Manakala manusia berusaha mengendus gejala dunia, rupanya di situ teronggok sekian kisah pembelajaran menguak misteri. Saya mencoba mengambil salah satu contoh perilaku manusia yang selalu TIDAK CUKUP. Acapkali manusia bilang begini, “Wajar dong, kita punya keinginan yang lebih! Masak hidup hanya pakai sepeda onthel? Kita perlu meningkat dari sepeda onthel menuju pesawat terbang pribadi.” Ada empat hal yang tak akan kenyang dan tidak pernah berkata, “cukup!” Dari sini, manusia bisa sedikit belajar:Pertama, Dunia Orang Mati. Menurut umurnya, dunia ada berjuta-juta tahun lamanya. Namun, yang mati tetap saja terjadi. Kemarin ada yang mati. Hari ini ada yang mati. Besok ada yang mati. Lusa dan seterusnya kematian tidak berhenti sebelum dunia berakhir. Kedua, Rahim yang Mandul. Perempuan mempunyai kodrat menyemai kehidupan. Maka, kerinduan utama seorang perempuan adalah menjadi ibu. Dan salah satu penderitaan seorang perempuan adalah dirinya mandul. Begitu rahim itu ternyata mandul, kehausan untuk memiliki seorang anak akan menyeruak sepanjang hidup. Ketiga, Bumi yang Tidak Puas dengan Air. Sepanjang musim hujan bergulir, bumi tak akan pernah menolak air yang menghujam dirinya. Sebegitu besar air tertumpah, sebegitu besar pula bumi mencecap. Meski banjir melanda, sebentar kemudian, air terserap surut masuk di dalam perutnya. Keempat, Api yang Tidak Berhenti Membakar. Api tidak akan berhenti melalap apapun yang ada di hadapannya. Sebelum semuanya hangus, jilatan api akan tetap berkobar. Bahkan, semakin banyak media yang dilalapnya, semakin besar api itu membara. Di mana kita bisa menarik garis merahnya? Rupanya, latar belakang perilaku “Tidak Cukup” adalah hati mati dan pikiran mandul. “Tidak Cukup” makin membuat haus dan terus membakar diri apabila pemenuhannya berupa barang dan bukan pada yang “hakiki”. Kalau demikian, perilaku “Tidak Cukup” itu mesti kita terima dan kita tempatkan pada pencarian akan Tuhan. Bagi kaum ber-Tuhan, ternyata hanya Tuhan saja cukup.
0 comments:
Posting Komentar